1 Feb 2008

MINGGU KE 2 FEBRUARY


HADAPI KEGAGALAN

Setiap orang pasti pernah gagal. Thomas Alfa Edison Gagal 9.999 kali sebelum dia menemukan bola lampu. Memang gagal itu tidak enak. Orang mencemooh, kita kecewa, segala usaha, waktu dan biaya yang sudah dikeluarkan semua sia-sia. Banyak orang merasa bahwa sekali mereka gagal, itulah akhir dunia, itulah kiamat. Padahal, seperti contoh di atas, andaikata setelah kegagalan pertamanya Thomas Edison berhenti mencoba, kita tidak akan pernah bisa menikmati manfaat bola lampu. Sangat jarang sekali penemuan yang berhasil hanya dengan sekali coba. Para penemu banyak yang harus mengalami kegagalan berulang kali dulu sebelum mereka menemukan sesuatu yang berguna. Mungkin ada di antara kita yang berpikir, “Ah, saya kan bukan penemu, itu tidak berlaku buat saya.” Benar! Tapi kegagalan bisa terjadi di setiap aspek kehidupan. Kegagalan bisa terjadi di pekerjaan à dipecat? bangkrut?, di rumah tangga à cerai? tidak naik kelas?, pribadi à tidak bahagia, depresi? kesepian?, dan sebagainya. Banyak orang berusaha mati-matian untuk menghindari atau menutup-nutupi kegagalan mereka. Mereka berpikir bahwa dengan me’lari’kan diri dari kegagalan itu mereka bisa bebas, tidak harus mengalami akibat kegagalan itu. Ketahuilah tidak ada satu cara, tidak ada satu tempat di mana orang bisa menghindar dari akibat kegagalan. Akibat kegagalan akan terus menghantui dan mengejar orang yang bersangkutan. Selain me’lari’kan diri, banyak juga orang yang mengasihani diri sendiri, ‘kasian deh gue!’. Contoh? ‘Habis saya tidak seperti si A yang bisa menjilat atasan sih, jadi saya dipecat!’ Itu juga tidak akan menghilangkan akibat kegagalan. Mau sampai kapanpun saya tetap beda dengan si A dan saya tetap sudah dipecat. Jadi solusinya? Hadapilah kegagalan itu dengan segala macam konsekuensinya, kalahkan kegagalan itu dan kemudian maju dengan sesuatu yang baru.
Bagaimana menghadapi kegagalan? Sebagaimana kita menghancurkan hambatan-hambatan lain dalam hidup ini seperti rasa takut dan kemarahan, dalam menghadapi kegagalan ada beberapa langkah yang harus kita lakukan terus-menerus:
1. Hadapi kenyataan bahwa kita gagal.
Dalam hidup, setiap manusia pasti pernah gagal. Jadi hadapi kenyataan bahwa kita gagal. Hadapi kenyataan bahwa mulai hari ini saya tidak punya pekerjaan, mulai hari ini saya seorang duda/janda, dan sebagainya. Kegagalan bukan akhir dari segala-galanya. Ketika bangsa Israel gagal mengalahkan Ai yang kecil itu, Josua menghadapi kenyataan bahwa dia gagal dengan berkabung dan menghadap Tuhan (Josua 7 : 6). Ingat, seperti orang bilang, “kegagalan adalah keberhasilan yang tertunda”. Kalau kita sudah gagal ya gagal. Terima kenyataan itu, jangan takut, semua orang juga pernah gagal! Firman Tuhan dalam II Korintus 4 : 7 berkata, ”Tetapi harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami.” Jadi menurut Alkitab, Tuhan mengijinkan kita mengalami kegagalan supaya tahu bahwa kita itu hanya bejana tanah liat yang rapuh, dan kalaupun kita berhasil itu semua karena Tuhan. Pada saat kita tengah menghadapi kenyataan bahwa kita gagal, ingatlah yang dikatakan pemazmur dalam Mazmur 103 : 13-14, ”Seperti bapa sayang kepada anak-anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang takut akan Dia. Sebab Dia sendiri tahu apa kita, Dia ingat, bahwa kita ini debu.“
2. Hadapi penyebab kegagalan itu.
Paulus memberi satu alasan yang sangat baik dalam II Korintus 4 : 17-18, “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal.“ Itu sungguh penyebab yang tepat sekali untuk setiap kegagalan kita. Kegagalan adalah suatu penderitaan yang sangat ringan untuk mendapat kemuliaan kekal. Kalau kita selalu mengingat itu maka kita bisa menghadapi penyebab kegagalan kita. Dalam firman Tuhan ini ada tiga kontradiksi yang diutarakan Paulus: pertama, penderitaan dan kemuliaan; kedua, kelihatan dan tidak kelihatan; dan yang terakhir adalah, sementara dan kekal. Dari ketiga kontradiksi itu, ada empat paradoks tentang penyebab kegagalan:
a. Kita gagal untuk berhasil.
b. Kita gagal dalam hal yang sepele untuk berhasil dalam hal yang spektakuler.
c. Kita gagal dalam hal fana untuk berhasil dalam hal kekal.
d. Kita gagal di luar untuk berhasil di dalam.
Inilah penyebab kegagalan. Kalau kita bijak, maka kita akan tahu bahwa kegagalan itu tidak berdiri sendiri dan bukanlah segala-galanya.
3. Hadapi akibat kegagalan itu.
Akibat kegagalan yang kita hadapi akan semakin memperkuat pribadi kita, karakter kita. Paulus berkata dalam II Korintus 4 : 16, “Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari.“ Bagaimana manusia batiniah kita dibaharui? Lewat pengalaman kita menghadapi akibat kegagalan itu.

Setelah kita menghadapi kegagalan maka kita harus mengalahkan kegagalan itu, karena tidak mungkin kan kita gagal terus oleh sebab yang sama? Kita akan berputar di situ terus dan tidak bisa maju mencapai apa yang Tuhan rencanakan buat hidup kita. Siapa mau? Untuk mengalahkan kegagalan, setelah dihadapi kita harus:
1. Mengakui kegagalan itu.
Langkah pertama dari apapun juga, dimulai dari pengakuan. Dengan mengaku, berarti kita mau untuk mengalahkan, mau untuk bangkit kembali. Pengakuan adalah salah satu langkah dari keterbukaan, dan keterbukaan adalah awal dari pemulihan. Tidak ada orang yang bisa ditolong sebelum dia mengaku. Orang yang kecanduan narkotika baru bisa dibawa ke pusat rehabilitasi setelah dia berani mengatakan di depan orang lain bahwa dia seorang pecandu. Itu tidak gampang. Begitu juga, mengaku bahwa saya gagal itu sangat sulit. Tetapi tanpa saya sendiri mau mengatakan ‘saya gagal’ di depan orang lain, kita tidak bisa mendapat pertolongan untuk mengalahkan kegagalan itu.
2. Menerima pengampunan dari Tuhan.
Mazmur 103 : 10, “Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal dengan kesalahan kita,” Tuhan tahu kita gagal, Dia tahu kita berdosa, Dia siap mengampuni kita. Persoalannya, banyak orang yang sedang menghadapi kegagalan tidak tahu hal itu. Banyak orang di tengah kegagalan merasa bahwa dia sudah tidak layak diampuni, mereka merasa telah mengecewakan Tuhan. Banyak orang yang merasa bahwa kegagalan itu suatu hukuman dari Tuhan, tanda bahwa mereka adalah orang terkutuk yang bagi Tuhan sudah ‘tiada maaf bagimu’. Ketahuilah, Tuhan tidak begitu! Dia siap mengampuni, Dia siap menerima kita kembali. Ingatlah perumpamaan anak hilang dalam Lukas 15, bapa selalu menunggu anaknya yang ‘durhaka’ pulang. Terimalah pengampunan dari Tuhan. Seberapa besar dosa kita, seberapa parah kegagalan yang kita alami, TUhan senantiasa siap memberi pengampunan. Menerima pengampunan dari Tuhan sangat penting untuk mengalahkan kegagalan, karena menerima pengampunan dari Tuhan dapat menjadi perisai yang sangat kuat untuk menangkis Iblis dan mengalahkan kegagalan itu sendiri. Setelah kita menerima pengampunan, jangan ingat lagi kegagalan itu karena seperti I Yohanes 1 : 9 berkata, “Jika kita mengaku dosa kita, maka Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari segala kejahatan.“. Dan kalau kita sudah suci maka kegagalan sudah kalah.
3. Belajar dari kegagalan itu untuk berhasil.
Gagal itu wajar, tetapi bila kita tidak belajar apa-apa dari kegagalan itu, maka kita benar-benar orang bodoh. Pepatah dunia saja mengatakan, “Orang bijak belajar dari pengalaman’. Kegagalan adalah sebuah pengalaman, kalau kita bisa mendapat hikmat baru dari kegagalan kita, maka itu tandanya kita lulus dalam proses Tuhan dan siap untuk melangkah ke tempat baru, untuk belajar hal yang lain lagi dari Tuhan.
4. Menerima kegagalan sebagai kenyataan hidup, bukan jalan hidup.
Kegagalan adalah sebuah peristiwa dalam hidup ini. Kegagalan bukanlah jalan hidup. Peristiwa adalah suatu kejadian yang sementara, jalan itu berlangsung selama kita hidup. Yesuslah jalan kita, bukan kegagalan. Petrus gagal dalam kesetiaannya kepada Yesus dengan menyangkal tiga kali. Petrus tidak mengambil langkah seperti Yudas Iskariot yang menggantung diri setelah mengkhianati Yesus. Petrus menerima kegagalannya dengan menerima pengampunan dari Tuhan. Dia menganggap itu hanya terjadi dalam suatu waktu saja di hidupnya. Setelah Petrus mengalahkan kegagalannya itu, Tuhan memakainya untuk membuat tiga ribu orang bertobat dengan sekali khotbah. Bila kita menganggap diri kita orang gagal, maka kita akan terus-menerus dikejar oleh kegagalan. Kegagalan akan menjadi jalan hidup kita, bukan lagi Yesus. Jangan mau! Kalahkan kegagalan!
5. Bangkit dari kegagalan dan berhasil!
Seperti yang Petrus lakukan di atas, ayo bangkit dari kegagalan! Kalahkan kegagalan itu, karena Allah telah menyediakan keberhasilan. “Maka engkau akan berhasil, jika engkau melakukan dengan setia ketetapan-ketetapan dan hukum-hukum yang diperintahkan TUHAN kepada Musa untuk orang Israel. Kuatkan dan teguhkanlah hatimu, janganlah takut dan janganlah tawar hati.“ (I Tawarikh 22 : 13). Jangan berkutat dengan kegagalan. Hadapi, kalahkan dan tinggalkan!
6. Hindari menghakimi orang lain atas kegagalanmu.
Akhirnya, jangan kita gampang-gampang menghakimi orang atas kegagalan kita. Ingat, dia juga sedang mengalami proses Tuhan. Kita juga pernah mengalami kegagalan yang sama. Setiap orang tidak pernah bisa sepenuhnya tahu apa yang sedang orang lain alami. Marilah setiap kita mengurus hidup kita sendiri dan berhenti mencampuri apalagi menghakimi kehidupan orang lain.
Kalau kita berhasil mengalahkan kegagalan itu, berarti kita berhasil melewati proses Tuhan dan hasil yang kita harapkan dari keberhasilan itu adalah kita selangkah lebih dekat kepada Tuhan dan selangkah lebih dewasa dalam kehidupan ini, karena kedewasaan bukan diukur dari berapa kali kita telah merayakan ulang tahun, tetapi dari berapa kegagalan yang telah kita taklukkan bersama Roh Kudus penolong kita. (cubs)

Kasih Menurut Alkitab
Allah adalah kasih, dan barangsiapa tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia.
(I Yohanes 4 : 16b)

Lebih baik sepiring sayur dengan kasih dari pada lembu tambun dengan kebencian. (Amsal 15 : 17)

Kasih tidak berbuat jahat terhadap sesama manusia, karena itu kasih adalah kegenapan hukum Taurat. (Roma 13 : 10)

Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.
(Yohanes 15 : 13)

Dengan kasih dan kesetiaan, kesalahan diampuni, karena takut akan TUHAN orang menjauhi kejahatan. (Amsal 16 : 6)

Anak-anakku, marilah kita mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran.
(I Yohanes 3 : 18)


Senin, 4 Pebruari, 2008 BERJALAN DALAM JANJI TUHAN Kejadian 12 : 1-9
O
rang Kristen hidupnya harus senantiasa berjalan di dalam janji Tuhan seperti yang telah diperbuat oleh Abram. Setelah ia mendengar firman yang Tuhan sampaikan maka ia langsung mentaatinya. Tuhan berjanji akan menjadikan Abram bangsa yang besar, memberkati dia dan membuat namanya masyhur. Ia percaya bahwa janji Tuhan pasti dan akan digenapi. Ketika Abram pergi meninggalkan negeri yang selama ini ia tinggali dan pindah ke negeri yang Tuhan janjikan, Abram melangkah dengan iman. Ia tidak tahu di mana negeri itu, tetapi ia percaya dan tidak ragu bahwa ia akan sampai ke sana. Pada akhir hidup Abram, Tuhan menggenapi janji-Nya itu, Ia menjadikan Abram sebagai bapa orang percaya. Dari keturunannya muncul bangsa yang besar dan Tuhan memberkati bangsa ini. Setiap janji yang Tuhan berikan kepada Abram digenapi-Nya. Demikian juga kita, jangan pernah kita meragukan setiap janji Tuhan. Kita harus beriman bahwa janji itu akan menjadi nyata di dalam hidup kita. (Giant)
Siapa berjalan dalam janji Tuhan akan melihat janji itu jadi kenyataan.


Selasa, 5 Pebruari, 2008
ROH ATAU DAGING
Galatia 5 : 17

Ketika orang tua akan pergi dan meninggalkan anak-anaknya di rumah, mereka jarang berpesan, “Anak-anak, jangan nakal ya!”, tapi biasa berpesan, “Anak-anak, baik-baik ya!”. Mengapa begitu? Sebab anak-anak cenderung untuk melakukan segala sesuatu yang dilarang. Kita ingat Adam dan Hawa yang dilarang memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, ternyata mereka justru memakannya.

Dalam bacaan hari ini, Rasul Paulus mengingatkan orang-orang percaya agar senantiasa hidup dalam pimpinan kuasa Roh Kudus, sebab Yesus Kristus telah memerdekakan kita dari perhambaan di bawah kuasa dosa dan dari roh-roh dunia (Galatia 4 : 8-9). Kita tidak perlu lagi menuruti keinginan daging, tetapi kita perlu mengikuti keinginan Roh. Keinginan daging adalah maut, tetapi keinginan Roh adalah hidup dan damai sejahtera (Roma 8 : 6). Pada Galatia 5 : 19-21 dicatat begitu banyak perbuatan daging yang tidak boleh kita lakukan bila kita mau mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Jika kita ingin hidup dipimpin oleh Roh maka kita harus menyalibkan hawa nafsu dan segala keinginan daging di dalam Yesus Kristus Juruselamat kita. (Aping)
Roh atau daging? Tidak bisa dua-duanya, pilih salah satu!

Rabu, 6 Pebruari, 2008
SAMPAI MENDAPAT HADIAH
Filipi 3 : 13-14

Hidup ini adalah suatu pertandingan. Seperti dalam suatu pertandingan lari, seorang pelari yang sedang berlari dengan sekuat tenaganya untuk mencapai garis finish, tidak peduli suara atau keadaan sekelilingnya. Dalam hidup kita, ada masalah, rintangan, dan suara-suara dalam mempengaruhi keputusan kita, banyak di antaranya cara dunia. Banyak juga suara atau keadaan dunia yang membuat kita tidak mau berlari mencapai garis finish bahkan menyerah. Tapi biarlah mata kita tertuju pada Yesus. Dalam setiap keputusan yang kita ambil, hidup kita diserahkan kepada Tuhan Yesus, sehingga kita bisa mencapai tujuan yang Tuhan tetapkan dalam hidup kita. (FF)
Jangan berhenti sampai mendapat hadiah mahkota kehidupan.

Kamis, 7 Pebruari, 2008
TERGANTUNG KITA
Roma 12 : 18

Setiap detik selama kita hidup, pasti kita mengalami sesuatu. Seseorang baru berhenti mengalami sesuatu ketika dia mati. Peristiwa yang terjadi dalam hidup kita pasti terjadi. Peristiwa yang sama bisa mendatangkan reaksi berbeda tergantung dari orang yang mengalaminya. Seseorang yang sudah mengenal Tuhan akan selalu mengucap syukur (I Tesalonika 5 : 18), maka peristiwa seburuk apapun akan diresponinya dengan sukacita. Damai sejahtera tidak akan meninggalkannya dan berkat mengejarnya selalu. Buat orang yang tidak kenal Tuhan, bisa-bisa peristiwa sebaik apapun tetap diresponi secara negatif dan akibatnya dia tidak pernah merasakan kebahagiaan, selalu merasa kurang. Jadi apakah kita berbahagia atau tidak bukan tergantung dari peristiwa apa yang terjadi dalam hidup, tetapi dari bagaimana respon kita, penuh ucapan syukur atau penuh gerutuan? (cubs)
Menderita atau bahagia tergantung kita dekat atau tidak dengan Tuhan.

Jumat, 8 Pebruari, 2008
JANJI YANG TERUJI
Kejadian 12 : 1-3

Ketika Allah memanggil Abraham, ia bukanlah seorang yang masih muda belia dan gagah perkasa. Abraham adalah seorang yang sudah lanjut usia saat itu. Secara manusia mustahil bila janji Tuhan tergenapi dalam hidupnya. Namun kita belajar dari seorang Abraham tentang satu hal: dia tidak pernah bimbang terhadap janji Allah ketika memanggilnya, yaitu: Janji penyertaan Allah (ayat 1), janji keturunan (ayat 2) dan janji berkat (ayat 3).
Walaupun saat itu Abraham tidak tahu harus pergi ke mana dan tidak ada dasar untuk percaya, tapi ia melangkah dan hidup dalam pengharapan penuh. Mengapa Abraham percaya? Karena ia mengenal siapa yang memberikan janji. Bukan manusia biasa tapi Allah yang tidak pernah berdusta terhadap janji-Nya. Walaupun Abraham tidak tahu kapan janji itu digenapi tapi ia tetap yakin dan percaya. Sebagai orang percaya, mari kita imani janji Allah. Jangan bimbang dan ragu karena Ia yang berjanji adalah setia dan janji-Nya ’ya’ dan ’amin’. Mungkin kita sedang menanti jawaban doa. Percayalah bahwa Ia akan menjawab dan janji itu akan digenapi sesuai waktu-Nya. (Neke)
Jangan ragu akan janji Allah karena Ia setia dan tidak pernah mengingkari janji-Nya.

Sabtu, 9 Pebruari, 2008
DAPAT DIPERCAYA
Lukas 12 : 41-46

Zaman sekarang ini orang susah sekali mendapat pekerjaan. Jangankan yang berpendidikan rendah, sarjana pun ternyata banyak yang menganggur. Persaingan mencari kerja sangat ketat, syarat-syarat yang ditetapkan seringkali sangat tinggi sehingga kalau orang tidak mempunyai kualifikasi yang bagus, kemungkinan akan kalah dalam persaingan. Tetapi sayang sekali, karena banyak orang yang sudah mempunyai pekerjaan ternyata tidak bisa menghargainya. Jangankan untuk bekerja dengan baik, seringkali mereka malah banyak tuntutan. Kita bisa melihat karyawan-karyawan yang protes minta kenaikan gaji, tanpa melihat kondisi keuangan perusahaan. Banyak pegawai yang ”rajin” hanya bila ada atasannya; tetapi bila tidak ada yang mengawasi, mereka hanya duduk bersantai, mengobrol, membuang-buang waktu. Sayangnya, banyak anak Tuhan pun begitu.
Dalam bacaan kita hari ini, Yesus berkata, ”Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya?” (ayat 42). Tuhan mencari orang yang setia dan bijaksana, orang yang dapat dipercaya, yang memiliki tanggung jawab dalam pekerjaannya. Sebagai anak Tuhan, seharusnyalah kita memberi contoh kepada teman-teman sekerja bagaimana menjadi karyawan yang baik, dan bukan mengikuti apa yang mereka lakukan.
Rasul Paulus menulis dalam suratnya, ”Hai hamba-hamba, taatilah tuanmu yang di dunia ini dalam segala hal, jangan hanya di hadapan mereka saja untuk menyenangkan mereka, melainkan dengan tulus hati karena takut akan Tuhan. Apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah dengan segenap hatimu seperti untuk Tuhan dan bukan untuk manusia.” (Kolose 3 : 22-23). Apapun pekerjaan kita, bekerjalah dengan jujur, setia dan bertanggung jawab, sebagai seorang yang dapat dipercaya. Hormatilah atasan kita dengan tulus, jangan hanya di depan mereka saja untuk ”menjilat”, tetapi di belakang kita menjelek-jelekkan nama mereka. Salomo berkata, ”Orang yang dapat dipercaya mendapat banyak berkat.” (Amsal 28 : 20a). Marilah kita belajar menjadi orang yang dapat dipercaya, oleh Tuhan dan juga oleh manusia. (Ginny)
Dengan menjadi orang yang dapat dipercaya, kita memuliakan nama Tuhan.

Minggu, 10 Pebruari, 2008
KEBOHONGAN MENDATANGKAN MURKA ALLAH
Kejadian 12 : 10-20

Saat itu terjadi kelaparan yang hebat di negeri yang ditempati Abram sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Mesir. Sebelum mereka sampai di Mesir, Abram merencanakan sebuah kebohongan. Karena takut ia berkata kepada Sarai agar mengaku sebagai adiknya bila ditanya oleh orang Mesir. Abram takut dibunuh bila orang Mesir tahu siapa Sarai. Kekuatiran Abram ini membuatnya harus berbohong. Karena kebohongan itu Allah murka. Ia menimpakan tulah kepada Firaun dan seisi istananya. Setelah Firaun tahu, maka ia menyuruh Abram untuk mengambil Sarai dan kemudian pergi. Seberapa sering kita menjadi seperti Abram, karena ketakutan membuat kita berbohong? Mulai sekarang mari kita berhenti berbohong. Karena kebohongan kita akan mendatangkan murka Allah dan orang lain pun bisa terkena dampaknya. Bila kita ketakutan, datanglah kepada Tuhan untuk menolong kita. Berbohong tidak akan melepaskan kita dari ketakutan. Mari kita menjadi orang Kristen yang jujur dalam keadaan apapun di hadapan Tuhan dan manusia. (Giant)
Murka Allah datang pada siapapun yang berbohong!

No comments: