22 Jul 2007

Minggu ke -4 July



Rut, wanita-Nya Allah


Pernahkah Anda membaca cerita tentang Rut? Sebuah cerita yang indah tentang seorang perempuan asing yang bukan dari bangsa pilihan Allah, tetapi kemudian masuk ke dalam silsilah Tuhan Yesus yang menjadi Mesias.
Ketika Naomi akan pulang kembali ke tanah Yehuda, Rut dan Orpa mempunyai pilihan, apakah mereka mau ikut dengan Naomi, atau pulang kembali ke rumah orang tua mereka? Orpa, ipar Rut, mengambil keputusan untuk kembali ke rumah orang tuanya. Tetapi Rut mau tetap ikut dengan Naomi. Ia berkata kepada Naomi, “Janganlah desak aku meninggalkan engkau dan pulang dengan tidak mengikuti engkau; sebab ke mana engkau pergi, ke situ jugalah aku pergi, dan di mana engkau bermalam, di situ jugalah aku bermalam; bangsamulah bangsaku dan Allahmulah Allahku; ...” (Rut 1 : 16). Rut mengambil keputusan mengikut Naomi karena ia telah melihat cara hidup Naomi, dan yang pasti karena ia pun memiliki kasih terhadap Naomi yang telah menjadi janda dan kini tinggal sendiri. Rut telah memilih yang benar, seperti dikatakan Boas, “Telah dikabarkan kepadaku dengan lengkap segala sesuatu yang engkau lakukan kepada mertuamu sesudah suamimu mati, dan bagaimana engkau meninggalkan ibu bapamu dan tanah kelahiranmu serta pergi kepada suatu bangsa yang dahulu tidak engkau kenal. Tuhan kiranya membalas perbuatanmu itu, dan kepadamu kiranya dikaruniakan upahmu sepenuhnya oleh Tuhan, Allah Israel, yang di bawah sayap-Nya engkau datang berlindung.” (Rut 2 : 11-12).
Kemudian Naomi berkeinginan untuk mencarikan seorang suami untuk Rut. Ia berkata, “Anakku, apakah tidak ada baiknya jika aku mencari tempat perlindungan bagimu supaya engkau berbahagia?” (Rut 3 : 1). Lalu Naomi memberitahu caranya kepada Rut untuk mendatangi Boas dan meminta perlindungan darinya. Boas mau “menebus” Naomi dan Rut, dan akhirnya Rut menjadi istri Boas. Dari keturunan mereka lahirlah Yesus yang menjadi Mesias (Matius 1 : 5, 16). Cerita tentang Rut dan Boas ini adalah gambaran dari gereja Tuhan (mempelai wanita) dan Yesus (mempelai pria). Mari kita belajar suatu kebenaran yang indah dari cerita ini.
Dalam Rut 3 : 9b kita membaca apa yang dikatakan Rut, “Aku Rut, hambamu: kembangkanlah kiranya sayapmu melindungi hambamu ini, sebab engkaulah seorang kaum yang wajib menebus kami.” Suami, sebagaimana dikatakan oleh Rut dan Naomi (ayat 1), adalah “tempat perlindungan” bagi istri. Ketika Tuhan menjadikan Hawa, Tuhan tidak mengambil tulang kepala dari Adam; Hawa tidak diciptakan untuk menjadi kepala (pemimpin) dari Adam. Tuhan juga tidak mengambil tulang kaki dari Adam; Hawa tidak diciptakan untuk diinjak-injak oleh Adam. Tetapi Tuhan membuat Hawa dari tulang rusuk Adam, yang dekat dengan hati, simbol untuk dikasihi dan dilindungi. Tuhan menciptakan Hawa sebagai penolong bagi Adam (Kejadian 2 : 18). Kalau prinsip ini diterapkan dalam rumah tangga, maka rumah tangga akan berbahagia. Dalam Efesus 5 : 22-33 Rasul Paulus menulis tentang bagaimana seharusnya hubungan suami istri, ”Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.” (ayat 31-32). Berapa banyak orang lupa akan hal ini?
1. Suami, yang merasa menjadi ”kepala”, seringkali tidak mau mendengar pendapat dari istri yang Tuhan berikan sebagai ”penolong”. Karena ”ego”, ia selalu merasa dirinya yang paling benar, paling tahu segalanya, istri harus diam saja, tidak boleh mengeluarkan pendapat. Suami yang ”diktator” seringkali berlaku kasar dan memaksa istri untuk tunduk berdasarkan firman Tuhan, ”Hai istri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan” (ayat 22), tetapi lupa bahwa bagi suami juga berlaku firman Tuhan, ”Hai suami, kasihilah istrimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat dan telah menyerahkan diri-Nya baginya” (ayat 25). Banyak suami lupa bahwa mereka adalah tempat perlindungan bagi istrinya, mereka suka memukul dan menganiaya istri bila sedang marah. Banyak suami melupakan tanggungjawabnya sebagai kepala keluarga yang harus mencari nafkah sehingga jadinya istri yang harus bekerja, selain juga harus mengurus suami, anak dan rumah tangga. Rasul Petrus menulis dalam suratnya, ”Demikian juga kamu, hai suami-suami, hiduplah bijaksana dengan istrimu, sebagai kaum yang lebih lemah! Hormatilah mereka sebagai teman pewaris dari kasih karunia, yaitu kehidupan, supaya doamu jangan terhalang.” (I Petrus 3 : 7).
2. Tuhan menciptakan Hawa sebagai ”penolong” bagi Adam, tetapi banyak istri maunya menjadi ”kepala” yang memimpin dan mengatur suami. Banyak istri yang karena bisa mencari uang sendiri jadi merasa ”kuat” dan tidak mau tunduk kepada suami. Padahal firman Tuhan tidak mengajarkan begitu. Kejatuhan manusia dalam dosa mengakibatkan istri sukar untuk tunduk dan jadi mau ”mengontrol” suami. Cara-cara istri ”memberontak” terhadap suami bisa dengan ”dominasi” (secara terang-terangan), ”manipulasi” (secara halus/terselubung, misalnya menggunakan anak), dan ”intimidasi” (menakut-nakuti dengan ancaman atau membandingkan dengan orang lain). Rasul Petrus mengajarkan, ”Demikian juga kamu, hai istri-istri, tunduklah kepada suamimu, supaya jika ada di antara mereka yang tidak taat kepada Firman, mereka juga tanpa perkataan dimenangkan oleh kelakuan istrinya, jika mereka melihat, bagaimana murni dan salehnya hidup istri mereka itu. ...perhiasanmu ialah manusia batiniah yang tersembunyi dengan perhiasan yang tidak binasa yang berasal dari roh yang lemah lembut dan tenteram, yang sangat berharga di mata Allah. Sebab demikianlah caranya perempuan-perempuan kudus dahulu berdandan, yaitu perempuan-perempuan yang menaruh pengharapannya kepada Allah; mereka tunduk kepada suaminya. ...” (I Petrus 3 : 1-6). Istri harus memiliki roh yang lemah lembut (artinya memiliki hati yang bersedia untuk berubah, bersedia dibentuk oleh Tuhan dengan tidak mempertahankan hak) dan tenteram (artinya tidak kuatir, tidak panik walaupun dalam tekanan, karena dapat menaruh pengharapannya pada Tuhan).
3. Firman Tuhan berkata bahwa suami istri menjadi satu daging, artinya mereka adalah satu. Bila suami berbuat kesalahan, istri juga akan terkena dampaknya. Suami korupsi dan masuk penjara, harta benda disita, istri juga ikut menderita. Suami selingkuh atau kawin lagi, istri sakit hati dan kehilangan tempat berlindung. Begitupun jika istri berbuat kesalahan, suami pasti terkena dampaknya juga, karena keduanya adalah satu. Tetapi di saat terjadi pertengkaran, seringnya mereka lupa dan jadi saling membuka keburukan pasangan. Tidakkah itu berarti menjelekkan dirinya sendiri? Bukankah mereka sudah menjadi satu?
Ketika Tuhan menciptakan keluarga, Tuhan menghendaki keluarga yang sempurna. Tetapi dengan kejatuhan manusia, Iblis merusak rencana Tuhan, Iblis merusak gambaran keluarga yang seharusnya. Terlebih sekarang ini, semakin dekat dengan kedatangan Tuhan, semakin giat Iblis bekerja menghancurkan keluarga-keluarga. Akankah kita diam saja? Jangan biarkan Iblis menghancurkan keluarga kita! Diperlukan usaha, kerja keras dan kasih untuk itu. Seringkali istri tidak mau tunduk karena merasa suami tidak mengasihinya, dan suami juga tidak mau mengasihi karena menurutnya istri tidak tunduk kepadanya. Jangan menunggu, mulailah dari diri kita dulu! Kita harus kembali kepada firman Tuhan. Dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, Rasul Paulus menulis, ”Dan di atas semuanya itu, kenakanlah kasih, sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan.” (Kolose 3 : 14). Kasih! Hanya itu yang dapat mengatasi segala permasalahan. Kasih mengalahkan kepentingan diri sendiri (egoisme). Bila kita dapat mengalahkan ”ego” kita, dengan sendirinya kita akan dapat ”menundukkan diri” dan ”mengasihi” seperti yang Tuhan kehendaki.
Rut adalah gambaran dari gereja Tuhan yang adalah calon mempelai Kristus. Kriteria apa yang harus dimiliki gereja Tuhan?
= Hati (iman) yang teguh. Sekali Rut menetapkan untuk ikut dengan Naomi, ia tidak mau mundur (Rut 1 : 15-17). Begitu juga seharusnya dengan kita. Bila kita telah memilih ikut Yesus, kita harus memiliki iman yang teguh, yang tidak goyah oleh masalah atau tantangan apapun juga.
= Kasih. Rut memiliki kasih kepada Naomi. Sebagai gereja Tuhan kita harus memiliki kasih kepada Tuhan dan sesama (Matius 22 : 37-40).
= Rajin. Rut bekerja dari pagi sampai petang mengumpulkan jelai di ladang Boas. Sebagai gereja Tuhan, kita harus rajin bekerja mencari makanan, bukan hanya untuk jasmani kita, tetapi terlebih lagi untuk rohani kita. Yesus berkata dalam Yohanes 6 : 27, ”Bekerjalah, bukan untuk makanan yang dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang akan diberikan Anak Manusia kepadamu; sebab Dialah yang disahkan oleh Bapa, Allah, dengan meterai-Nya.” Kita harus rajin membaca firman Tuhan, berdoa dan bersekutu dengan Tuhan.
= Tunduk kepada Tuhan. Rut minta kepada Boas untuk ”mengembangkan sayapmu melindungi hambamu”, Rut mau merendahkan dirinya di bawah naungan Boas. Seperti yang diajarkan Rasul Paulus, ”Karena itu sebagaimana jemaat tunduk kepada Kristus, demikian jugalah istri kepada suami dalam segala sesuatu.” (Efesus 5 : 24). Kita, sebagai gereja Tuhan, harus merendahkan diri kita di bawah naungan Tuhan, kita harus tunduk dan taat kepada Tuhan (mempelai pria).
Tuhan sedang mempersiapkan mempelai-Nya. Tidak lama lagi Tuhan akan datang untuk menjemputnya. Mari kita siapkan diri kita untuk menjadi mempelai Kristus. Amin! (LH)


Senin, 23 Juli 2007

DAPAT DIPERCAYAI

I Korintus 4 : 1-5

Kita sering suka memikirkan tentang pandangan orang terhadap diri kita, karena itu banyak orang suka sekali “menjaga image” (anak-anak muda menyebutnya “jaim”), agar dirinya selalu tampak “baik dan hebat” di mata orang. Tetapi Rasul Paulus berkata bahwa baginya sedikit sekali artinya dihakimi (=dinilai) oleh manusia, karena yang menghakimi dia adalah Tuhan (ayat 3-4). Itulah yang sering dilupakan orang, bahwa Tuhan tidak melihat yang di luar, tetapi yang Tuhan nilai adalah yang di dalam, yaitu apa yang ada dalam hati kita. Kita bisa kelihatan “baik” di luar, tetapi “busuk” di dalam. Itulah yang disebut munafik. Bukan begitu seharusnya seorang hamba Kristus. Rasul Paulus berkata, “Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.” (ayat 2). Seperti apakah seorang yang dapat dipercayai?
= Tulus, artinya tidak munafik, tidak berpura-pura, apa yang ia tampilkan di luar adalah apa yang ada dalam hatinya. Yesus berkata, “..., hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati.” (Matius 10 : 16b).
= Setia. Seorang yang setia tidak akan berkhianat tetapi memegang komitmen, ia selalu menepati janjinya. Seorang yang setia akan menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya dan tidak akan menyerah meskipun banyak tantangan dan diperlukan pengorbanan. Yesus berkata, “Jadi, siapakah pengurus rumah yang setia dan bijaksana yang akan diangkat oleh tuannya menjadi kepala atas semua hambanya untuk memberikan makanan kepada mereka pada waktunya? Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang.” (Lukas 12 : 42-43).
= Bertanggung jawab, artinya tetap melakukan tugas dengan sebaik-baiknya walaupun tanpa pengawasan; berani menanggung segala resiko atas perbuatannya, tidak ”lempar batu sembunyi tangan”, tidak mencari ”kambing hitam” untuk dikorbankan. Yesus berkata tentang kedatangan-Nya, “Dan halnya sama seperti seorang yang bepergian, yang meninggalkan rumahnya dan menyerahkan tanggung jawab kepada hamba-hambanya, masing-masing dengan tugasnya, dan memerintahkan penunggu pintu supaya berjaga-jaga. Karena itu berjaga-jagalah,... supaya kalau ia tiba-tiba datang jangan kamu didapatinya sedang tidur.” (Markus 13 : 34-36).
= Jujur, artinya tidak curang, tidak menipu, berani berkata benar walaupun mungkin akan merugikan diri sendiri. Yesus berkata, “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Matius 5 : 37).
Itulah yang Tuhan minta dari kita sebagai hamba-hamba-Nya. Rasul Paulus berkata, ”Karena itu, janganlah menghakimi sebelum waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah.” (ayat 5). Mari kita belajar menjadi orang yang dapat dipercayai agar kita menerima pujian dari Tuhan dan bukan hanya dari manusia. (Ginny)
Penilaian dari Tuhan jauh lebih penting dan berharga dari pada penilaian manusia.
Selasa, 24 Juli 2007
PERLU LATIHAN
I Korintus 9 : 24-27
“Tetapi aku melatih tubuhku...” (ayat 27a), itu yang dikatakan Paulus kepada jemaat di Korintus. Secara menyeluruh, Paulus menggambarkan upaya meraih mahkota kehidupan sebagai pertandingan lari. Tidak mungkin orang ikut pertandingan tanpa latihan dan tidak mungkin orang menang tanpa ikut pertandingan. Di samping itu untuk berubah sifat kita dari dikuasai kedagingan menjadi dikuasai Roh, perlu latihan dari kita. Kita perlu berlatih menjadi sabar, menjadi murah hati, berkata-kata baik dan sebagainya. Semuanya itu telah dianugerahkan Tuhan tetapi kalau tidak kita latih maka karakter kita tidak akan bisa berubah menjadi seperti Kristus. Semua itu perlu latihan yang tekun dan teratur. Begitu juga dengan karakter, perlu dilatih dengan tekun dan teratur. Jangan putus asa, terus berlatih dan raih hadiahnya. (cubs)

Tanpa latihan tidak mungkin kita punya karakter seperti Kristus.

Rabu, 25 Juli 2007

BERPIKIR POSITIF

Roma 8 : 31-39

Selama masih hidup tidak ada satu manusiapun yang terlepas dari masalah. Yang jadi persoalan adalah bagaimana sikap kita menghadapi masalah. Memang jika yang kita hadapi itu persoalan kecil, mungkin dengan akal kita sudah bisa menyelesaikannya. Bagaimana jika persoalan itu besar? Sebagai umat Tuhan kita tidak peduli apakah yang kita hadapi persoalan kecil atau persoalan besar. Sebab seharusnya kita memandang semua persoalan itu dari sudut pandang Tuhan. Adakah persoalan manusia yang lebih besar dari kuasa Tuhan? Adakah sesuatu mustahil bagi Tuhan Allah? Oleh sebab itu tidak perlu lagi bagi kita untuk berpikir negatif melainkan di dalam segala hal marilah kita berpikir positif. Kita punya keyakinan seperti yang Paulus katakan, “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita?” (ayat 31b). Jika kita percaya dengan sungguh bahwa Allah turut bekerja dalam kehidupan kita dan percaya bahwa tidak ada perkara yang mustahil bagi Allah, tentu kita tidak akan membatasi kuasa Allah, dan kitapun tidak akan mempunyai pemikiran negatif tentang diri kita sendiri. Sebab sebagaimana kita menilai diri kita, sebesar yang kita nilai itulah berkat yang dicurahkan Tuhan dalam hidup kita. Demikian juga dengan ucapan kita. Kita tidak lagi mengucapkan kata-kata yang negatif yang dapat menghambat berkat besar yang Tuhan sudah sediakan buat kita. (DBR)

Hanya orang yang berpikir positif punya masa depan yang Tuhan sudah sediakan.

Kamis, 26 Juli 2007

TERBUNUH

Ayub 5 : 2

Ada sebuah pelajaran yang sangat berharga ketika kita membaca dan merenungkan bacaan hari ini. Ketika kita menyimpan rasa sakit hati dalam hidup ini, maka kita adalah orang bodoh yang siap menunggu kematian. Sakit hati dapat menghancurkan diri kita karena sakit hati adalah akar dari kepahitan, dan kepahitan adalah akar dari kanker. Bila kita pendam terus menerus maka kita akan kepahitan dan ekstremnya kita akan menolak orang itu. Sangat berbahaya bila menyimpan sakit hati dalam hidup kita. Demikian juga ketika kita iri hati kepada orang lain yang menerima berkat dari Tuhan, kita akan dibunuh pelan-pelan oleh iri hati itu. Ketika orang lain diberkati hendaknya kita turut bersukacita dengannya. Ketika orang lain mengalami musibah hendaknya kita turut berdukacita. Janganlah kita iri melihat kesuksesan orang lain tetapi kita harus mensyukuri berkat Tuhan yang dipercayakan kepada kita. Mengapa orang yang sakit hati dan iri hati dapat mati oleh karenanya? Saat sakit hati atau iri hati maka dalam diri kita akan tumbuh bibit-bibit penyakit. Bibit penyakit inilah yang akan menggerogoti diri kita. Bila kita tidak mau mati sia-sia janganlah simpan sakit hati dan iri hati. Sebaliknya senantiasa bergembiralah karena dalam Amsal 17 : 22 dikatakan, “Hati yang gembira adalah obat yang manjur, tetapi semangat yang patah mengeringkan tulang.” Mari kita senantiasa bergembira dan bersyukur atas karya Tuhan dalam hidup kita. (Giant)

Ampunilah orang yang menyakitimu maka engkau akan hidup.

Jumat, 27 Juli 2007

TIDAK PERLU HIDUP SEPERTI ORANG DUNIA

I Yohanes 4 : 1-6

Kehidupan Kristen sesungguhnya adalah kehidupan yang unik dan tidak mudah dimengerti oleh mereka yang tidak mengenal Tuhan. Mereka tentu akan tertawa jika kita katakan bahwa kita berasal dari Allah. Memang benar sekarang ini kita masih hidup dalam tubuh jasmani, tetapi manusia rohani kita bukan dari dunia ini. Jadi jelas, sebagai umat Tuhan yang bukan berasal dari dunia, kita tidak perlu hidup seperti orang dunia. Firman Tuhan menyatakan dengan jelas, “Mereka berasal dari dunia; sebab itu mereka berbicara tentang hal-hal duniawi dan dunia mendengarkan mereka.” (ayat 5). Sudah terlalu sering kita melihat ada orang-orang yang mengijinkan kehidupan duniawi dan Iblis menguasai hidup mereka. Ingatlah bahwa Roh Allah yang ada di dalam kita lebih besar dari pada roh-roh yang ada di dalam dunia. Tuhan Yesus telah mengalahkan dunia dan Dia telah bangkit dari kematian. Roh yang ada di dalam kita sangat besar kuasa-Nya dan Roh Kudus inilah yang menyertai kita. Kita diberi kuasa dari sorga. Kuasa ini bukan berasal dari dunia tapi dari Allah sendiri. Dengan kuasa ini kita akan mampu mengalahkan segala tipu muslihat Iblis dan segala persoalan yang kita hadapi. (DBR)

Sorga dan dunia memang beda. Seperti terang dan gelap.

Sabtu, 28 Juli 2007

MENGAMPUNI

Matius 6 : 14-15

Pernahkah Anda terluka atau disakiti karena sesuatu yang diperbuat oleh orang lain kepada Anda? Bagaimana perasaan Anda ketika melihat orang itu tenang-tenang saja dan tidak merasa berbuat salah? Marah? Kesal? Kecewa? Terlebih bila orang yang menyakiti adalah orang yang sangat dekat dengan Anda, misalnya orang tua, suami atau istri, saudara, kekasih, sahabat Anda; luka hati akibat perbuatan orang tersebut akan lebih dalam dan lebih sukar untuk dilupakan. Anda merasa tidak mungkin bisa memaafkan atau mengampuni orang itu.
Mengampuni adalah suatu tindakan yang harus kita ambil, bukan berdasarkan perasaan kita. Dengan mengampuni kita membebaskan orang yang bersalah kepada kita, tetapi lebih lagi, sebenarnya kita membebaskan diri kita dari kemarahan, kekecewaan, sakit hati, kepahitan, dendam. Semua hal itu adalah dosa yang akan mengikat kita. Yesus mau membebaskan kita dari dosa-dosa itu, tapi seringkali kitalah yang tidak mau melepaskannya. Kita lebih rela “menanggung beban dosa” itu dari pada “membebaskan orang yang menyakiti kita”. Sebenarnya siapa yang rugi? Firman Tuhan hari ini mengingatkan kita bahwa jika kita tidak mau mengampuni, maka Bapa juga tidak akan mengampuni dosa kita. Bagaimana, apakah kita masih mau mengeraskan hati kita? Hari ini, ambillah tindakan untuk mengampuni. Tidak mudah memang, tetapi kuncinya adalah apakah kita mau. Katakan kepada diri Anda, “Saya mengampuni dia oleh kasih Bapa kepada saya.” Doakan dan berkati dia. Bebaskan hati Anda dari ikatan segala dosa itu dan biarkan kasih Tuhan memenuhi hati Anda dengan sukacita dan damai sejahtera. (Ginny)

Mengampuni membawa kesembuhan bagi hati dan jiwa kita.

Minggu, 29 Juli 2007

SERAKAH, TAMAK, LOBA? HATI-HATI!

Amsal 30 : 15-16

Anda pernah digigit lintah? Lintah akan menghisap darah sebanyak mungkin. Itulah yang menjadi kiasan penulis Amsal dalam bacaan kita hari ini, ia berkata, ”Si lintah mempunyai dua anak perempuan: ‘Untukku!’ dan ‘Untukku!’”. Orang yang serakah hanya memikirkan dirinya sendiri. Istilah “lintah darat” diberikan kepada orang yang suka memeras dan “menghisap habis” sesamanya. Serakah, tamak dan loba, semua menunjukkan maksud yang sama: ketidakpuasan. Penulis Amsal dalam bacaan hari ini selanjutnya berkata, ”Ada tiga hal yang tak akan kenyang, ada empat hal yang tak pernah berkata: ’Cukup!’ Dunia orang mati, dan rahim yang mandul, dan bumi yang tidak pernah puas dengan air, dan api yang tidak pernah berkata: ’Cukup!’” Bagi orang yang serakah, tidak pernah ada kata ”cukup”. Rasul Paulus menulis dalam suratnya kepada jemaat di Efesus, ”Tetapi percabulan dan rupa-rupa kecemaran atau keserakahan disebut sajapun jangan di antara kamu, sebagaimana sepatutnya bagi orang-orang kudus. Karena ingatlah ini baik-baik, tidak ada orang sundal, orang cemar atau orang serakah, artinya penyembah berhala, yang mendapat bagian di dalam Kerajaan Kristus dan Allah,” (Efesus 5 : 3, 5). Rasul Paulus menyejajarkan dosa keserakahan dengan dosa percabulan. Percabulan merupakan dosa yang secara fisik nyata mengotori tubuh kita, tetapi keserakahan tidak tampak secara fisik, ia mengotori jiwa kita. Keserakahan menunjukkan jiwa yang tidak pernah bisa dipuaskan, jiwa yang tidak bisa bersyukur kepada Tuhan karena selalu inginnya lebih banyak lagi. Juga dalam suratnya kepada jemaat di Kolose, Rasul Paulus menulis, ”Karena itu matikanlah dalam dirimu segala sesuatu yang duniawi, yaitu percabulan, kenajisan, hawa nafsu, nafsu jahat dan juga keserakahan, yang sama dengan penyembahan berhala.” (Kolose 3 : 5). Sekali lagi Rasul Paulus menyamakan keserakahan dengan penyembahan berhala. Yesus berkata kita tidak bisa menyembah dua tuan. Menyembah berhala berarti kita telah menduakan Tuhan. Kalau kita memilih menyembah berhala, omong kosong (bohong) artinya kalau kita berkata kita menyembah Tuhan. Jadi kalau kita serakah, berarti kita tidak menyembah Tuhan. Itulah sebabnya Rasul Paulus berkata orang serakah tidak mendapat bagian dalam Kerajaan Allah. Oleh sebab itu Yesuspun memberikan peringatan, ”Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, ...” (Lukas 12 : 15). Jangan biarkan keserakahan itu masuk mengotori hati kita. Yesus berkata, ”Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, ...” (Markus 7 : 20-21). Karena itu mari kita jaga hati kita dengan segala kewaspadaan. (Ginny)

Waspadalah terhadap segala keserakahan!