11 Feb 2007

Minggu ke 3 February 2007

Senin, 12 Pebruari 2007

SALURKANLAH

Lukas 6 : 38; Amsal 19 : 17

Orang Kristen hidupnya harus berbeda dengan orang dunia. Tuhan ingin orang Kristen menjadi perpanjangan tangan-Nya untuk menyalurkan kasih dan menolong orang lain. Tuhan menempatkan kita di bumi ini bukan semata-mata untuk mencari keuntungan dan kebahagiaan diri sendiri. Hendaknya kita dapat menjadi seorang pengelola yang baik. Seorang pengelola yang baik adalah orang yang tidak mementingkan dirinya sendiri tetapi ia memikirkan kepentingan orang lain juga. Seorang pengelola yang baik menyadari bahwa berkat yang Tuhan percayakan kepadanya bukan untuk dinikmati sendiri melainkan untuk menyatakan kasih serta kemurahan Tuhan kepada sesama, sehingga mereka akan memuliakan Bapa di sorga. Semakin kita menyalurkan berkat, semakin kita menerima banyak berkat. Sebagai contoh laut Mati dan laut Galilea, kedua laut ini sama-sama menerima air dari sungai Yordan. Di dalam laut Galilea banyak hidup beraneka ragam jenis ikan dan tumbuh-tumbuhan. Laut itu menjadi sumber penghidupan bagi banyak nelayan. Sebaliknya, laut Mati tidak ada kehidupan bagi makhluk hidup yang lain. Kedua laut ini memiliki perbedaan yaitu yang satu menyalurkan airnya dan yang lain tidak menyalurkan airnya. Salurkanlah yang Anda terima dan Tuhan akan terus menambahkannya. (Giant)

Tangan yang terkunci setelah menerima, sulit untuk menerima kembali.

Selasa, 13 Pebruari 2007

MENGAMPUNI

Lukas 23 : 34

Seorang wanita berkulit hitam yang telah renta dengan perlahan bangkit berdiri di suatu ruang pengadilan di Afrika Selatan. Umurnya kira-kira 70 tahun, di wajahnya tergores penderitaan yang dialaminya bertahun-tahun. Di depan, di kursi terdakwa, duduk Mr. Van der Broek. ia telah dinyatakan bersalah membunuh anak laki-laki dan suami wanita itu. Hakim bertanya, “Jadi, apa yang Anda inginkan? Apa yang harus dilakukan pengadilan terhadap orang ini yang secara brutal telah menghabisi keluarga Anda?” Wanita itu menjawab, “Saya menginginkan tiga hal: Pertama, saya ingin dibawa ke tempat suami saya dibunuh dan saya akan mengumpulkan debunya untuk menguburkannya secara terhormat.” Setelah berhenti sejenak, ia melanjutkan, “Suami dan anak saya adalah satu-satunya keluarga saya. Oleh karena itu permintaan saya kedua adalah, saya ingin Mr. Van der Broek menjadi anak saya. Saya ingin dia datang dua kali sebulan ke ghetto (perumahan orang kulit hitam) dan melewatkan waktu sehari bersama saya hingga saya dapat mencurahkan padanya kasih yang masih ada dalam diri saya. Akhirnya, permintaan saya yang ketiga: saya ingin Mr. Van der Broek tahu bahwa saya memberikan maaf bagi dia karena Yesus Kristus mati untuk mengampuni. Begitu juga dengan permintaan terakhir suami saya yang saya dengar sendiri sebelum ia dibunuh Oleh karena itu, bolehkah saya meminta seseorang membantu saya ke depan hingga saya dapat memeluk Mr. Van der Broek dan menunjukkan padanya bahwa dia benar-benar telah saya maafkan?”
Ketika petugas pengadilan membawa wanita tua itu ke depan, Mr. Van der Broek sangat terharu hingga pingsan. Kemudian, mereka yang berada di gedung pengadilan – teman, keluarga dan tetangga – korban penindasan dan ketidakadilan serupa – berdiri dan menyanyikan lagu “Amazing Grace”. (IR)

Pengampunan memampukan kita berbuat yang melebihi kekuatan manusia.

Rabu, 14 Pebruari 2007

KASIH DI ATAS SEGALANYA

Matius 9 : 9-13

Sebagai orang Kristen, kita sering bertindak seperti orang Farisi dalam bacaan hari ini. Kita berlaku sebagai orang yang ”rohani” dengan berdoa, membaca firman, rajin ke gereja, memberikan persembahan, dan menjaga hidup kita ”suci” dengan menjauhkan diri dari orang-orang yang kita anggap ”orang berdosa”. Kita berpikir dengan melakukan hal-hal itu, kita sudah berkenan kepada Tuhan. Tetapi Yesus berkata: ”Yang Kukehendaki ialah belas kasihan dan bukan persembahan...” (ayat 13).
Allah adalah kasih. Sebagai anak-anak-Nya, seharusnyalah kita memiliki kasih dan menunjukkan kasih kepada sesama kita. Itulah yang terpenting sebagai pengikut Kristus. Ahli Taurat dan orang Farisi sebagai orang yang melakukan ibadah agama dan memegang hukum Taurat mendapat tegoran keras dari Yesus: ”Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kamu bayar, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan.” (Matius 23 : 23).
Kita sering berkata bahwa kita mengasihi Tuhan. Yohanes mengingatkan: ”Jikalau seorang berkata: ”Aku mengasihi Allah”, dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya.” (I Yohanes 4 : 20). Mari kita pikirkan. Kalau kita bisa membenci saudara kita yang kelihatan, apakah kita tidak bisa membenci Tuhan yang tidak kelihatan? Kalau kita bisa tidak setia kepada suami/istri yang kelihatan, apakah kita bisa setia kepada Tuhan yang tidak kelihatan? Kalau kita bisa berbohong dan berbuat curang kepada sesama kita yang kelihatan, apakah tidak mungkin kita bisa berbohong dan berbuat curang kepada Tuhan yang tidak kelihatan? Kalau kita tidak takut akan hukuman yang diberikan oleh dunia jika melanggar aturan/hukum, apakah kita akan takut kepada hukuman yang diberikan oleh Tuhan? Bukankah lebih mudah untuk mengabaikan Tuhan yang tidak kelihatan dari pada manusia yang kelihatan? Berhati-hatilah! Mari kita belajar untuk menerapkan firman Tuhan dalam hidup ini kepada sesama kita lebih dulu. Yesus berkata: ” ...sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25 : 40). Apapun yang kita lakukan kepada sesama kita, ingatlah bahwa hal yang sama juga kita lakukan kepada Tuhan. (Ginny)

Milikilah hati yang penuh kasih seperti Yesus!

Kamis, 15 Pebruari 2007

MARAH SELALU MERUGIKAN

Efesus 4 : 17-32

Jika dengan teliti membaca firman Tuhan hari ini, kita jadi sadar bahwa tidak mungkin orang marah tidak berbuat dosa. Ketika orang marah jelas akal sehatnya hilang, yang ada hanyalah emosi sehingga orang tidak bisa membedakan yang baik dan yang jahat. Selama kita masih hidup di dunia ini tentu kita akan dihadapkan dengan bermacam-macam situasi yang membuat kita marah. Persoalannya, bisakah kita tidak marah? Tuhan Yesus juga pernah marah bukan? Tetapi apa yang firman Tuhan katakan tidak pernah salah. Sejujurnya, dari pengalaman kita tahu, kemarahan selalu membuat kesulitan dan merugikan, terlebih bila kemarahan mudah menguasai pikiran dan perasaan kita. Apa yang kita hadapi selalu kita hadapi dengan emosi. Paulus tahu benar bahwa setiap kita yang sudah di dalam Tuhan harus berani membuang segala perbuatan yang lama. Paulus juga katakan, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu dan janganlah beri kesempatan kepada Iblis. Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan, pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara kamu, demikian pula segala kejahatan.” (Efesus 4 : 26-27, 31). Petrus dalam suratnya juga berkata, “...janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan, atau caci maki dengan caci maki, tetapi sebaliknya, hendaklah kamu memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil, yaitu untuk memperoleh berkat.” (I Petrus 3 : 9). Yang penting ialah kita harus punya tekad untuk mohon Roh Kudus memampukan kita mentaati apa yang Tuhan firmankan kepada kita. (DBR)

Kemarahan pasti akan membawa orang ke jalan dosa.

Jumat, 16 Pebruari 2007

ITULAH IMAN

Matius 8 : 5-10

Perwira dari Kapernaum dalam bacaan hari ini mendapat pujian luar biasa dari Yesus. Kenapa? Karena dia memberi contoh apa yang dimaksud dengan iman/percaya. Pada saat itu Yesus belum pernah menjumpai orang yang punya kepercayaan kepada-Nya seperti yang ditunjukkan perwira itu. Kenapa perwira itu bisa tahu demikian? Karena dia tahu posisi dan kuasa yang ada pada seseorang yang ber’pangkat’ Dia tahu bahwa Yesus adalah Tuhan, seseorang yang mempunyai ‘pangkat’ sangat tinggi, dia sendiri punya bawahan juga. Jadi perwira itu mengerti ‘aturan main’nya. Walaupun secara fisik perwira itu baru pertama berjumpa dengan Yesus, tetapi perwira itu tahu posisi Yesus. Itulah arti iman! Untuk beriman kita juga harus tahu posisi Yesus dan posisi kita! Kita harus percaya bahwa apapun yang dikatakan Yesus pasti akan terjadi, karena Dia adalah Raja segala Raja, karena Dia adalah Tuhan. Kalau kita beriman tentang sesuatu yang kita sudah tahu, atau sudah kelihatan, itu bukan iman namanya, tetapi kalau kita beriman tentang sesuatu yang belum terjadi seperti dinyatakan pada Ibrani 11 : 1, nah, itu baru iman! (cubs)

Kalau sudah lihat bukan iman. Kalau belum terjadi tapi percaya? Nah, itu baru iman.

Sabtu, 17 Pebruari 2007

DUA HUKUM BARU

Matius 22 : 37-39

Allah adalah kasih, itu sebabnya Ia menginginkan agar kita juga mempunyai kasih seperti diri-Nya. Kasih yang pertama adalah kasih kepada Allah, dan yang kedua kasih kepada sesama manusia. Kasih itu harus menjadi hal yang utama di dalam hidup kita, karena: 1.> Tanpa kasih semuanya tidak ada gunanya. “Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna.” (I Korintus 13 : 1-2). 2.> Kasih bernilai kekal. “Demikianlah tinggal ketiga hal ini, yaitu iman, pengharapan dan kasih, dan yang paling besar di antaranya ialah kasih.” (I Korintus 13 : 13). 3.> Kasih kepada sesama menunjukkan kasih kepada Tuhan. Dan Raja itu akan menjawab mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25 : 40). Sekarang mari kita mencoba merenung apakah yang menjadi prioritas utama di dalam hidup kita? Apakah kita mengasihi Allah dan sesama atau kita lebih mementingkan diri kita sendiri? Apakah kasih yang kita berikan sudah benar-benar merupakan ketulusan dari hati kita? Mari jadilah umat Allah yang saling mengasihi. (Giant)

Kasih adalah dasar hidup orang percaya.

Minggu, 18 Pebruari 2007

SETIAP LANGKAH ADALAH ANUGERAH

Mazmur 5 : 12-13

Seorang profesor diundang untuk berbicara di sebuah basis militer pada tanggal 1 Desember. Di sana ia berjumpa dengan seorang prajurit yang tak mungkin dilupakannya, bernama Ralph, yang dikirim untuk menjemput di bandara. Setelah saling memperkenalkan diri, mereka menuju ke tempat pengambilan kopor. Ketika berjalan keluar, Ralph sering menghilang. Setiap kali menghilang, ia selalu melakukan suatu kebaikan. Sekali, ia membantu seorang wanita tua yang kopornya jatuh dan terbuka. Kemudian, ia juga menolong orang yang tersesat dengan menunjukkan arah yang benar. Setiap kali, setelah itu ia kembali ke sisi profesor itu dengan senyum lebar. “Dari mana Anda belajar melakukan hal-hal seperti itu?” Tanya sang profesor. “Melakukan apa?” Kata Ralph. “Darimana Anda belajar untuk hidup seperti itu?” “Oh,” Kata Ralph, “Dari waktu perang, saya kira.” Lalu ia menuturkan kisah perjalanan tugasnya di Vietnam, saat membersihkan ladang ranjau dan bagaimana ia harus menyaksikan satu per satu temannya tewas terkena ledakan ranjau di depan matanya. “Saya belajar untuk hidup di antara pijakan setiap langkah,” katanya. “Saya tak pernah tahu apakah langkah berikutnya merupakan pijakan yang terakhir, sehingga saya belajar untuk melakukan segala sesuatu yang sanggup saya lakukan tatkala mengangkat dan memijakkan kaki. Setiap langkah yang saya ayunkan merupakan sebuah dunia baru dan saya kira sejak saat itulah saya menjalani kehidupan seperti ini.”(IR)

Setiap langkah bisa jadi yang terakhir! Gunakan sebaik mungkin!