3 Jun 2007

Minggu ke -2 June

MENGASIHANI DIRI SENDIRI

Salah satu bahaya terbesar yang dapat menimpa kita saat dilanda kesedihan adalah terperosok dalam mengasihani diri sendiri. Ini sangat mudah terjadi. Mengasihani diri sendiri adalah “gejala betapa malanganya aku”. Kita merasa kasihan kepada diri sendiri dengan harapan agar sakit yang kita alami dapat berkurang. Orang yang berperasaan peka mudah sekali mengasihani diri sendiri karena mereka mudah terluka. Kepekaan adalah kemampuan untuk berempati dan merupakan sarana Allah agar kita bisa merasakan perasaan orang lain secara mendalam. Kepekaan adalah hal yang indah bila digunakan dengan cara demikian. Tetapi jika kepekaan itu hanya membuat kita memikirkan diri sendiri, ini bertentangan dengan rencana Allah bagi kita dan menjerumuskan kita dalam perasaan yang sangat menyedihkan.
Masalah sesungguhnya yang terdapat dalam rasa mengasihani diri sendiri adalah karena kita menggantikan Allah dalam hidup kita dengan usaha yang berpusat pada diri sendiri untuk menangani rasa sakit itu. Kita tidak berpaling pada Allah dalam kesulitan kita dan membawa rasa sakit itu kepada-Nya. Kita lebih memilih pengobatan sementara yaitu dengan mengasihani diri sendiri. Kita merasa rendah diri, merengek, berkeluh-kesah, mengadu dan menuduh Allah melupakan kasih karunia-Nya kepada kita. Dalam rangka berpikir yang berpusat pada diri sendiri ini kita menganggap masalah kita yang kecil lebih serius dibanding malapetaka besar dalam kehidupan orang lain. Rasa kasihan yang kita curahkan pada diri kita sendiri memang agak mengurangi rasa sakitnya, tetapi hal ini dilakukan dengan cara yang tidak melibatkan Allah. Mengasihani diri sendiri adalah kepekaan yang berubah menjadi egoisme; kita lebih memilih menangani rasa sakit itu dengan cara kita sendiri dibanding cara Allah. Satu-satunya cara untuk mengobati rasa mengasihani diri kita sendiri adalah dengan bertobat. Kita harus berpaling dari sikap keras kepala dalam menghadapi masalah hidup dan rasa sakit kita dengan kekuatan sendiri dan menyerahkan masalah itu kepada Allah. Setelah bertobat barulah rasa mengasihani diri sendiri itu bisa disingkirkan. Berikut ini ayat-ayat yang mungkin dibutuhkan:
1.Kecenderungan untuk selalu bergantung pada Allah (Yesaya 31 : 1).
2.Hanya Allah sumber kekuatan kita (Mazmur 57 : 2).
3.Panggilan ilahi untuk berserah (I Petrus 5 : 7).
4.Suatu keputusan yang harus diambil semua orang (Amsal 3 : 5)
5.Berkat berasal dari mempercayakan diri (Mazmur 40 : 5).
6.Bila tidak ada pertobatan, ada kematian rohani (II Korintus 7 : 10).
7.Jalan ke arah pertobatan (Yakobus 4 : 9-10).
8.Pertahankan sikap mementingkan orang lain (Filipi 2 : 4).
Senin, 4 Juni 2007
PERBEDAAN ANTARA MUSA DAN YESUS
Markus 9 : 15
Betapa besar perbedaan antara Musa dengan Yesus! Ketika Musa berada 40 hari di atas gunung, dia mengalami transfigurasi (perubahan muka), sehingga wajahnya bersinar-sinar dengan amat menyilaukan. Akibatnya dia menutup mukanya karena orang-orang tidak tahan melihat dia. Tidak demikian dengan Yesus. Dia telah dimuliakan dengan kemuliaan yang lebih besar dari Musa dan meskipun demikian, di dalam Alkitab tidak ditulis bahwa orang-orang itu dibutakan oleh penampilan wajah-Nya. Mereka justru tercengang dan bergegas menyambut Dia. Kemuliaan hukum menolak, tapi kemuliaan Yesus yang lebih besar menarik banyak orang. Meskipun Yesus kudus dan adil, ketika digabung dengan kemurnian-Nya, ada begitu banyak kebenaran dan kasih karunia, sehingga orang-orang berdosa berlari mendekati-Nya karena kagum oleh kebaikan-Nya. Karena tercengang oleh kasih-Nya, mereka bergegas menyambut-Nya, menjadi murid-Nya dan menjadikan-Nya Tuhan dan Juruselamat mereka. Kitapun mungkin mengalami hal yang sama. Kita dapat merasakan hukum itu berbicara lewat hati nurani kita, tetapi kita tidak dapat mematuhi hukum itu di dalam hidup. Hal itu bukan disebabkan karena hukum itu salah. Hukum itu memerintahkan kita untuk menghormatinya dengan sungguh-sungguh. Namun hukum itu tidak bisa membuat kita lebih dekat kepada Allah. Kita justru akan mengeraskan hati dan menjauh dari-Nya. Mari kita memperhatikan tetesan darah-Nya yang mengalir dari kepala-Nya yang dimahkotai duri! Dia adalah Putera Allah dan oleh sebab itu Dia lebih besar ketimbang Musa. Namun Dia adalah Tuhan yang penuh kasih dan karena itu lebih lembut dari pemberi hukum. Dia menerima murka Allah dan kematian-Nya lebih mengungkapkan keadilan Allah dari pada kemuliaan Sinai, tetapi keadilan itu sekarang dibenarkan dan karena itu menjadi Pembela bagi umat percaya. (Aping)
Hukum mematikan tetapi Yesus memberi kehidupan.

Selasa, 5 Juni 2007
MENYUKAKAN HATI-NYA
Amsal 8 : 32-35
Sebagai Tuhan, hal ini sebenarnya tidak perlu, karena Ia sudah sempurna dan memiliki segalanya. Tetapi sebagai manusia, Yesus harus bertumbuh dalam hikmat dan disukai oleh Tuhan dan manusia (Lukas 2 : 52). Begitu pula seharusnya dengan kita. Ketika kita menjadi anak Tuhan dengan beriman kepada Yesus, kita sepenuhnya diterima dan dikasihi Tuhan, meskipun kelakuan kita mungkin belum berkenan kepada-Nya. Tidaklah mungkin bagi Tuhan untuk lebih mengasihi kita pada saat-saat tertentu dibandingkan saat-saat lain, karena Tuhan itu kasih dan Ia tidak dapat berhenti mengasihi manusia. Bagaimana Bapa dapat berkenan kepada kita itu tergantung dari apakah kita memilih jalan-jalan yang menyukakan hati-Nya atau tidak. Jalan-jalan itu telah ditulis-Nya di Alkitab. Beberapa di antaranya dijelaskan secara khusus dalam Amsal 8 yang menyebutkan bahwa hikmat berseru di jalan dan mengundang orang yang tak berpengalaman untuk mendapatkannya. Hikmat mengakhiri seruannya dengan berkata, “Karena siapa mendapatkan aku, mendapatkan hidup, dan Tuhan berkenan akan dia.” (ayat 35). Perikop ini menjelaskan bahwa hikmat dan perkenanan Tuhan tidak dapat diperoleh begitu saja karena hal ini menyangkut suatu proses yang terus berlangsung dan meliputi beberapa langkah yang sangat spesifik. Pertama, kita harus mendengar dan mengikuti jalan-Nya; kemudian kita disarankan untuk mematuhi perintah-Nya dan tidak mengabaikannya. Akhirnya kita diminta untuk mendengar-Nya dan menunggu di pintu-Nya (ayat 32-34). (DBR)
Bila kita menyukakan hati-Nya dengan taat dan setia, Allah pasti juga akan menyukakan kita.
Rabu, 6 Juni 2007
HINDARI PERSELISIHAN
I Korintus 6 : 1-11
Dalam firman hari ini kita membaca tentang perselisihan yang terjadi di dalam jemaat. Rasul Paulus menegor mereka, ”Mengapa kamu tidak lebih suka menderita ketidakadilan? Mengapa kamu tidak lebih suka dirugikan? Tetapi kamu sendiri melakukan ketidakadilan dan kamu sendiri mendatangkan kerugian, dan hal itu kamu buat terhadap saudara-saudaramu.” (ayat 7b-8). Ternyata hal itu juga terjadi dalam gereja sekarang. Seringkali hanya oleh hal ”sepele”, orang-orang yang mengatakan dirinya sebagai ”anak-anak Tuhan” itu jadi ”ribut besar”. Kita sering melihat betapa banyaknya orang yang pindah gereja dengan alasan sudah ”tidak cocok” di gereja yang lama, yang sebenarnya disebabkan perselisihan dengan teman atau dengan pimpinan. Alangkah memalukannya, apalagi jika hal itu sampai diketahui oleh orang-orang yang belum percaya! Bagaimana gereja dapat menjadi teladan bagi dunia? Bagaimana gereja dapat menarik orang-orang yang belum mengenal Yesus untuk datang kepada-Nya? Terlebih lagi, ternyata seringkali hal itu terjadi di antara mereka yang menjadi aktivis gereja. Mungkin karena pendapatnya tidak diterima oleh yang lain, atau karena ditegor sebab datang terlambat dalam tugas, atau karena merasa disepelekan, atau oleh sebab-sebab lain; menyebabkan mereka menjadi tersinggung dan marah.
Seringkali orang mengukur kedewasaan rohani lewat kesibukan mereka dalam kegiatan gereja. Kalau mereka sudah aktif, sudah ikut dalam pelayanan, giat dalam berbagai acara, mereka merasa sudah menjadi ”dewasa”. Tetapi sesungguhnya ukuran kedewasaan bukanlah terletak dalam kegiatan yang dilakukan, melainkan dalam perubahan karakter yang semakin menyerupai Kristus. Jika seseorang masih mudah tersinggung, hanya suka memikirkan kepentingan dirinya sendiri, minta diperhatikan dan dihormati, bagaimana dapat mencerminkan karakter Kristus?
Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, Rasul Paulus menasihatkan agar mereka sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan, tidak mencari kepentingan diri sendiri, tetapi belajar dari teladan Yesus yang rela merendahkan diri-Nya sampai mati di kayu salib (Filipi 2 : 1-8). Sebagai anak-anak Tuhan, mari kita belajar dari teladan Yesus. Ingatlah, orang-orang yang belum mengenal Tuhan akan senantiasa memperhatikan hidup kita karena mereka ingin mengetahui ”seperti apa” anak-anak Tuhan itu. Jadilah teladan bagi mereka! (Ginny)
Mengalah dan merendahkan diri tidaklah berarti kita ”kalah”.

Kamis, 7 Juni 2007
BAGIAN KITA
Ulangan 28 : 1-14
Seringkali kita menuntut banyak hal dari Tuhan. Kita sering menuntut agar setiap janji yang telah Tuhan berikan tergenapi dalam hidup kita. Kita juga sering menuntut agar berkat Tuhan tercurah dalam hidup kita. Sadar atau tidak, mau mengakui atau tidak, inilah yang sering kita lakukan, menuntut. Sebetulnya tanpa kita menuntutpun, Tuhan pasti akan melakukan bagiannya. Pertanyaannya adalah, “Apakah kita sudah melakukan bagian kita?” Inilah yang perlu kita renungkan. Sebelum kita menuntut banyak, terlebih dahulu kita harus melakukan bagian kita. Ketika kita menuntut kepada Tuhan agar Ia memberkati hidup kita, maka ada tugas yang harus kita kerjakan:
Mendengarkan suara Tuhan dengan baik (ayat 10).
Melakukan dengan setia segala perintah-Nya yang telah disampaikan kepada kita (ayat 16).
Berpegang teguh pada perintah Tuhan dan hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya (ayat 9b).
Hidup tidak menyimpang dari segala perintah Tuhan (ayat 14a).
Jika hidup kita ingin diberkati Tuhan, maka inilah yang harus kita lakukan. Bila kita telah melakukan bagian kita, maka Tuhan pasti melakukan bagian-Nya. (Giant)
Kita harus melakukan bagian kita sebagai bukti ketaatan kita kepada Tuhan.
Jumat, 8 Juni 2007
CIPTAAN BARU
II Korintus 5 : 17
Paulus berkata, “Jadi siapa yang ada di dalam Kristus, ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang.” Ketika kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, sebenarnya detik itu juga kita menjadi ciptaan baru. Pertanyaannya adalah, “Mengapa saya tidak merasakan perubahan apapun, ketika saya dibaptis?” Memang, secara fisik tidak ada perubahan apa-apa, bahkan puluhan tahun setelah kita dibaptis, yang ada hanyalah perubahan secara alamiah, dari muda menjadi tua, dari kuat menjadi lemah, itu saja. Tidak ada perubahan yang supranatural secara fisik, hidung kita tetap satu, mata dua, kita tidak jadi manusia aneh karena kita dibaptis. Perubahan yang Tuhan maksud, ciptaan baru yang Paulus maksudkan adalah secara rohani, secara emosi/kejiwaan. Emosi kita yang suka marah berubah sabar, yang kasar jadi lemah lembut. Secara rohani, roh kita yang mati karena dosa menjadi hidup dan bertumbuh. Kita bisa mengucap syukur dalam keadaan apapun, tidak mudah terombang-ambing ke sana ke mari, dan sebagainya. Semua itu hanya mungkin, seperti kata Paulus, kalau kita ada di dalam Kristus. Masalahnya apakah kita ada di dalam Kristus? Seorang yang ada di dalam Kristus adalah dia yang berdoa, membaca dan merenungkan firman Tuhan, dan melakukannya setiap saat dalam hidupnya. Mari kita jadi orang yang ada di dalam Kristus dan menjadi ciptaan baru yang jauh lebih indah dari yang lama. (cubs)
Bersama Yesus, kita yang merah seperti kirmizi berubah jadi putih seperti salju.
Sabtu, 9 Juni 2007
PERCAYA DENGAN SEGENAP HATI
Kisah Para Rasul 8 : 37
Ada di antara kita yang takut “masuk lebih dalam lagi” dalam perjalanan iman kita. Ada seorang artis yang takut dibaptis walaupun dia sudah mengenal Yesus sejak kecil karena takut “terikat”. Mungkin dia berpikir, “Saya takut dibaptis. Saya merasa gemetar harus menyatakan iman saya di depan umum. Saya merasa tidak bebas untuk datang ke meja perjamuan Tuhan, karena saya takut melukai hati-Nya.” Sebenarnya kita tidak perlu takut. Memang perjalanan iman tidak semulus jalan tol, namun Allah, melalui Roh Kudus, akan membimbing kita melalui jalan iman yang berliku dan berbatu-batu. Jika kita percaya dengan segenap hati, “gada dan tongkat-Nya akan membimbing kita ke padang rumput yang hijau dan air yang tenang”. Orang-orang yang berada di depan rumah kita mungkin ragu-ragu untuk mengetok pintu, apalagi langsung masuk ke rumah. Namun kita adalah anak “pemilik rumah”, sehingga kita bebas masuk dan menikmati bait-Nya. Bahkan jika kita seperti anak yang hilang, kitapun tidak perlu takut dan ragu-ragu untuk minta ampun. Bapa kita sudah menanti kita di halaman, meminta pelayan untuk menyiapkan pakaian, memberi kita cincin dan memotong lembu tambun dan berpesta bersama kita. Jika Yesus masuk ke dalam hati kita, Dia justru akan memberi kebebasan untuk kita bersukacita di dalam Tuhan. Kita memang tidak bisa langsung menikmati semua hak istimewa yang Allah berikan, namun semua itu pasti dan sudah tersedia bagi kita. (Aping)
Pilihan terbaik untuk menerima berkat adalah percaya dengan segenap hati.
Minggu, 10 Juni 2007
RENDAH HATI MEMBAWA DAMAI
Roma 12 : 3-10
Salah satu musuh terbesar bagi damai sejahtera adalah rasa tidak puas dengan apa yang telah kita miliki. Sedikit sekali orang yang puas dengan apa yang telah mereka peroleh dalam hidup ini. Sebenarnya kebanyakan orang yang merasa tidak puas itu disebabkan karena merasa apa yang menjadi haknya diabaikan, atau ia merasa “lebih” berjasa dan orang di sekitarnya berhutang kepadanya. Cara berpikir yang berpusat pada keakuan dan diri sendiri ini dapat merasuki kegiatan usaha, perkawinan, gereja dan lembaga-lembaga lain, dan dapat menimbulkan berbagai perpecahan serta mendatangkan akibat yang tidak diinginkan. Apakah Anda orang yang seperti ini? Hal ini dapat kita lihat di Kejadian 13, ketika Abram dan Lot tinggal di tempat yang ternyata menjadi terlalu kecil untuk mereka berdua. Akhirnya terjadilah perkelahian antara para gembala Abram dan para gembala Lot yang membuat mereka harus berpisah. Abram berusaha meredakan ketegangan tersebut dengan menyuruh Lot memilih tempat yang disukai (ayat 9). Dari pada ribut dengan keponakannya, Abram memilih jalan dan melakukan apa yang disarankan Paulus, “Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.” (Roma 12 : 10). Apakah Abram rugi? Tidak sama sekali! Perhatikan firman Tuhan kepada Abram setelah ia membiarkan keponakannya mengambil wilayah yang terbaik dan pergi meninggalkannya. Tuhan berjanji akan memberikan semua tanah dan bahkan wilayah yang tidak dipilih oleh Lot kepada Abram dan keturunannya (ayat 14-15). (DBR)
Berkat Tuhan turun pada orang yang rendah hati dan membawa damai.