19 Jan 2008

Minggu ke 4 January

KASIH YANG TULUS.
Ami (12 tahun), kedua orangtuanya dan dua adiknya adalah keluarga yang sangat sederhana. Kecuali Ami, mereka belum mengenal Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat. Tetapi Ami rajin pergi ke gereja. Menjelang Natal, majelis gereja membuat program di mana setiap anggota majelis yang mampu dan mau bisa mencari anggota gereja yang kurang mampu dan memberi mereka hadiah Natal sesuai kemampuan majelis tersebut. Hartono, seorang anggota majelis yang tahu keadaan keluarga Ami, memanggilnya dan berkata, “Ami, sebagai hadiah Natal, bapak akan memberi kamu uang dua ratus ribu untuk kamu belikan barang yang paling kamu inginkan saat ini.” Ami berpikir sejenak dan berkata, “Terima kasih pak, saya butuh sepatu.” Pergilah mereka berdua ke mal dan masuk ke toko sepatu yang ada di situ. Sesampainya di sana, bapak itu heran karena Ami mencari sepatu pria dewasa. Kemudian Ami menunjuk sepasang sepatu dan berkata kepada penjual, “Saya mau yang ini, berapa harganya?” Penjual menjawab, “Sembilan puluh ribu rupiah.” Amipun membeli sepatu itu. Hartono membayar dan tidak bertanya apa-apa. Kemudian mereka keluar dari toko sepatu. Bapak itu tidak tahan dan bertanya, “Ami, buat siapa sepatu itu?” Amipun menjawab, “Pak, bapak saya tidak punya sepatu dan dia sangat membutuhkan sepatu untuk bekerja.” Sambil bercakap-cakap Ami kemudian masuk membeli baju wanita, dan beberapa batang coklat serta biskuit yang enak sehingga jumlahnya mencapai dua ratus ribu. Hartono kemudian mengantar Ami pulang. Hari Minggu berikutnya di gereja, Hartono bertemu dengan Ami. Dia kaget karena ayah, ibu dan kedua adik Ami juga ikut ke gereja. Hartonopun bertanya kepada ayah Ami, “Wah, pak, puji Tuhan, saya senang bapak datang.” Ayah Ami kemudian berkata, “Saya bukan orang yang percaya kepada Yesus, tetapi ketika Ami pulang dan membawa sepatu yang sangat saya butuhkan, baju untuk ibunya dan makanan serta coklat untuk kedua adiknya, saya tahu bahwa Tuhannya Ami adalah kasih dan saya mau bertemu dan mengenal Tuhan itu.”
Cerita di atas menggambarkan kasih yang tulus. Ketika diberi uang dua ratus ribu, Ami bisa saja membeli barang-barang yang dia perlukan, tetapi Ami tidak berbuat itu. Dia lebih mementingkan kepentingan keluarganya. Dia melakukan firman Tuhan dalam Filipi, mendahulukan kepentingan orang lain. Dia sungguh-sungguh mengasihi keluarganya. Dengan perbuatan kasih dan tidak mementingkan diri sendiri itu Ami telah menjadi saksi Kristus dan membawa keluarganya kepada Yesus. Itulah artinya kita menjadi saksi Kristus, bukan dengan kata-kata saja tetapi lewat perbuatan kita yang tidak mementingkan diri sendiri. Seperti Ami, kita juga dapat membawa orang datang kepada Yesus. (DeTe)


SENIN, 21 Januari 2008

JANGAN SALAHKAN

Yehezkiel 18 : 4

Ketika ditangkap karena kedapatan mencuri di pusat pertokoan, remaja yang baru tamat SMP ini tidak langsung mengakui perbuatannya. Ia menyalahkan teman yang telah mengajaknya untuk melakukan hal itu. Mungkin alasannya benar, tetapi kecenderungan melemparkan kesalahan kepada orang lain, lingkungan dan situasi ekonomi saat ini sudah menjadi hal yang biasa untuk menghindari tanggung jawab. Konsep di atas ternyata bukan merupakan hal yang baru. Pada zaman Yehezkiel sudah ada semacam pemahaman yang beredar di antara umat Allah yang menyatakan bahwa, “Ayah-ayah makan buah mentah dan gigi anak-anaknya menjadi ngilu.” (ayat 2). Walaupun kata-kata itu sudah menjadi kebiasaan di antara umat Allah, namun Allah melarang nabi Yehezkiel untuk menggunakannya. Sebagai gantinya Allah menyatakan bahwa setiap orang harus bertanggung jawab atas dosanya sendiri. Ketika seseorang melakukan hal yang benar atau tidak, iapun menikmati akibat dari perbuatannya itu. Seorang ayah tidak perlu menanggung dosa atau langsung disalahkan atas kejahatan anaknya; demikian juga kejahatan seorang ayah tidak ditanggung oleh anaknya. Mereka masing-masing harus bertanggung jawab sendiri di hadapan Allah. Walaupun ada banyak alasan bagi seseorang untuk menyalahkan orang lain guna menghindari tanggung jawab, di hadapan Tuhan dan hukum semuanya itu tidak berarti. Sebab itu jika kita telah berbuat salah atau dosa, akui saja, bertobat dan terima akibatnya. Tidak perlu menyalahkan orang lain, urusannya jadi panjang dan nurani kita tidak bisa tenteram karena terus-menerus dikejar rasa bersalah. (Aping)
Menyalahkan orang lain hanya bisa menghindari tanggung jawab untuk sementara waktu saja.

SELASA, 22 Januari 2008

SUDAH PERNAH

Filipi 4 : 12-13

Rasul Paulus memberi nasihat kepada jemaat di Filipi tentang apa yang harus dilakukan karena dia sendiri telah mengalami semua keadaan yang mungkin dialami manusia dalam hidupnya. Paulus pernah mengalami kekurangan, dia juga pernah mengalami kelimpahan, dan sebagainya (ayat 12). Nasihatnya itu juga berlaku untuk kita. Apa yang kita alami saat ini, sudah pernah dialami Paulus. Sering kita tidak mendengarkan nasihat orang lain karena kita tidak melihat sendiri orang lain itu sudah pernah mengalami kesulitan seperti yang kita alami. Sering kita membantah nasihat orang lain karena kita merasa lebih tahu, pintar dan lebih mengenal masalah yang kita hadapi. Kalau kita mengalami hal itu, kita dapat berpegang pada nasihat Paulus pada ayat 13 karena dia sudah pernah mengalami semuanya. Yang perlu kita lakukan hanya percaya, yakin dan melakukan nasihat Paulus pada ayat 13: AKU BISA! (cubs)
Orang yang bijak belajar dari pengalaman orang lain.

RABU, 23 Januari 2008

SYUKURI KELEMAHAN KITA

II Korintus 12 : 7-10

Tuhan selalu memiliki tujuan dalam setiap masalah yang terjadi. Kita perlu belajar dari Rasul Paulus, seorang yang dipakai Tuhan luar biasa tetapi kenyataannya ia memiliki kelemahan. Rasul Paulus menyadari bahwa kelemahannya justru membawa kebaikan dalam hidupnya. Ada tiga hal yang dapat kita pelajari di sini: 1. supaya dia tidak meninggikan diri (ayat 7). 2. supaya kuasa Tuhan menjadi sempurna (ayat 9). 3. jika dia lemah, maka dia kuat (ayat 10). Tiga hal ini menjadi berkat yang luar biasa bagi kita. Demikian juga dalam hidup kita, Tuhan memberi kita kelemahan supaya kita juga belajar ketiga hal di atas karena Tuhan tidak suka orang yang sombong dan lewat kelemahan kita maka kita akan selalu sadar bahwa kita punya Tuhan yang kuat dan sempurna. (Neke)
Syukuri kelemahan kita karena kita punya Allah yang menopang.
KAMIS, 24 Januari 2008

TAK PERLU PANIK

I Petrus 4 : 12-19

Sebelum kita mengadakan suatu perjalanan jauh dengan kapal laut atau pesawat udara, akan dijelaskan terlebih dahulu prosedur keselamatan jika terjadi kecelakaan. Biasanya diperagakan juga cara memakai alat-alat penyelamat. Kita akan diingatkan untuk tidak panik jika ada bunyi sirene atau tanda bahaya lain, karena suasana akan jadi kacau dan tidak terkendali. Jika kita tidak mengerti keadaan sekeliling kita, mudah saja kita tergoncang oleh tanda bahaya dalam hidup kita. Di zaman Petrus, pengikut-pengikutnya mengalami situasi yang sama. Ia memberi peringatan yang sederhana, “Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atasmu.” (ayat 12). Pencobaan dan sakit hati adalah tanda bahaya untuk melarikan diri; melarikan diri dari Tuhan dan berpaling mengikuti cara hidup yang mematikan. Mari kita berada dekat pada Tuhan dan mendengarkan firman-Nya. Pencobaan mungkin hanyalah sebuah peringatan untuk kita menyerahkan diri kita dan percaya pada Tuhan dan bukan manusia. Kita dapat percaya bahwa Dia akan menolong kita pada saat tanda bahaya terdengar. Ia sudah menyiapkan tempat perlindungan bagi kita. Kita aman terlindung dalam Tangan-Nya yang penuh kuasa. (DBR)
Kepanikan akan memperburuk masalah. Penyelesaian hanya didapat dalam Yesus.
JUMAT, 25 Januari 2008

MELAYANI TUHAN

Lukas 10 : 38-42

Ketika Yesus datang ke rumah Marta dan Maria, Marta sibuk sekali melayani Tuhan dengan segala pekerjaannya dan Maria hanya duduk diam dekat kaki Yesus untuk mendengarkan Dia. Ketika Marta protes kepada Yesus supaya Maria membantunya, Yesus hanya berkata, ”... Maria telah memilih bagian yang terbaik, yang tidak akan diambil dari padanya.” (ayat 42).
Banyak orang sering berpikir bahwa melayani Tuhan adalah ”bersibuk-sibuk” dengan segala kegiatan seperti berkhotbah, memimpin pujian, bermain musik dan sebagainya. Semua itu tidak salah, karena Tuhanlah yang memberikan talenta kepada kita. Tetapi seringkali mereka yang merasa tidak bisa berkhotbah, tidak bisa bernyanyi, tidak bisa bermain musik, jadi bingung bagaimana caranya harus melayani Tuhan. Kita harus membedakan antara ”melayani Tuhan” dengan ”melayani pekerjaan Tuhan”. Segala kegiatan gereja yang kita lakukan adalah ”melayani pekerjaan Tuhan”, dan itu saja tidaklah cukup, kita harus mengimbangi juga dengan ”melayani Tuhan”. Bagaimana caranya kita melayani Tuhan? Dengan memuji dan menyembah Tuhan, berdoa dan mendengarkan Dia berbicara lewat renungan firman Tuhan secara pribadi; dan melakukan kepada sesama kita apa yang Yesus katakan, ”Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.” (Matius 25 : 35-36). Itulah bentuk pelayanan kita kepada Tuhan. Seperti apa yang Yesus katakan, ”Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.” (Matius 25 : 40). Kalau melayani Tuhan adalah seperti itu, tidak ada seorangpun yang dapat berkata, ”Saya tidak bisa melakukannya”, bukan?
Yesus tidak menegor Marta yang sibuk dengan pekerjaannya, tapi Yesus juga tidak menyalahkan Maria yang tidak membantu saudaranya. Keduanya sama baik bila ada keseimbangan dalam melayani Tuhan dan pekerjaan-Nya. Kita harus melayani Tuhan, dan jika Tuhan memberikan talenta kepada kita, pakailah untuk melayani pekerjaan Tuhan, untuk kemuliaan nama-Nya. (Ginny)
Hidup kita yang Tuhan berikan adalah untuk melayani Dia.
SABTU, 26 Januari 2008

HARUS MEMILIH

Bilangan 30 : 19

Tuhan memberi kita pilihan, antara berkat atau kutuk. Kita harus memilih salah satu. Tidak bisa mau dua-duanya. Akibatnya juga sangat jelas sekali, antara sorga dan neraka. Kedua pilihan itu ada konsekuensinya, ada akibatnya. Kalau kita memilih berkat dan kehidupan ada hal-hal yang harus kita lakukan, ada hal-hal yang harus kita hindari. Begitu juga kalau kita memilih kutuk dan kematian. Setelah kita memilih, kita juga harus konsekuen dengan pilihan kita itu. Kita tidak boleh bimbang, tidak boleh terombang-ambing, tidak boleh plin-plan, sebentar iya sebentar tidak. Tuhan tidak senang dengan orang yang plin plan. Dalam kitab Wahyu Tuhan berfirman Dia akan memuntahkan setiap orang yang suam-suam kuku, tidak panas atau tidak dingin (Wahyu 3 : 16). Dengan kata lain, Tuhan tidak suka dengan orang yang tidak mau memilih, panas atau dingin. Mari tentukan pilihan kita apakah berkat atau kutuk, dan hiduplah dengan pilihan kita itu. Jangan sampai dimuntahkan oleh Tuhan. (cubs)
Orang tidak bisa berdiri di antara dua perahu, harus memilih salah satu dengan segala akibatnya.
MINGGU, 27 Januari 2008

JANGAN BERHENTI

Matius 19 : 30

Hidup orang Kristen ibarat perlombaan balap mobil. Kita membawa mobil hidup kita mengarah pada Kristus dan berjalan pada jalan kebenaran-Nya. Start perlombaan dimulai dari saat pertobatan kepada Kristus. Saat mengaku bahwa Yesus adalah Tuhan maka kita telah mulai ikut dalam perlombaan iman. Ketika berada dalam arena perlombaan, kita harus terus berjalan maju, jangan pernah mengurangi kecepatan atau berhenti di tengah perlombaan. Bila kita berhenti atau mengurangi kecepatan maka akan terbalap oleh orang yang di belakang, dan firman hari ini akan tergenapi dalam hidup kita, ‘yang terdahulu akan menjadi yang terkemudian’. Alangkah disayangkan bila kita telah jauh menempuh perjalanan dan di tengah jalan terbalap oleh orang di belakang karena kita mematikan atau mengurangi kecepatan. Supaya jangan terbalap oleh orang di belakang maka kita harus menambah kecepatan mobil. Dengan membangun hubungan yang lebih intim lagi dengan Bapa di sorga maka kerohanian kita akan bertumbuh semakin dewasa. Tuhan Yesus tidak pernah bertanya berapa lama kita telah menjadi orang Kristen, tetapi yang Ia inginkan adalah berapa besar dan dewasanya iman kita kepada-Nya. Oleh sebab itu mari pacu lebih kencang lagi mobil hidup kita. Jangan pernah berhenti, tetapi teruslah bertumbuh di dalam Kristus. (Giant)
Sebelum sampai garis finish masih ada kesempatan. Jangan berhenti.

No comments: